Kapan doktrin dan
yurisprudensi bisa dipakai landasan hukum oleh hakim dalam sidang ?
Jawab :
·
Pengertian
~ Dokrin
Doktrin merupakan pendapat atau
pendirian ilmiah yang disusun dan dikemukakan secara rasional dan dapat
meyakinkan orang lain. Doktrin ini memiliki peranan penting karena doktrin ini
dikemukakan oleh seorang ilmuwan hukum yang bisa mempengaruhi yurisprudensi dan
bisa menjadi kaedah hukum, karena itu doktrin itu dapat menjadi bagian dari
sumber hukum positif.
Menurut
Bernard Arief Sidharta, istilah lain doktrin adalah ajaran. Ajaran itu juga
dapat disamakan dengan doktrin, doktrin ini merupakan tampungan dari norma
sehingga dokrin menjadi sumber hukum. Jika kita mengutip pendapat Apeldoorn, maka doktrin hanya bertugas membantu
dalam pembentukan norma; doktrin itu harus dipindahkan lebih dahulu ke dalam
norma yang langsung misalnya putusan hakim atau peraturan perundang-undangan,
sehingga doktrin itu menjadi sumber tidak langsung dalam penerapan hukum.
Dapat disimpulkan bahwa ajaran atau doktrin merupakan pandangan atau
pendapat ilmuwan hukum terhadap suatu masalah tertentu, pendapat ilmuwan hukum
tersebut merupakan pandangan kritis yang didapat melalui pemikiran yang
mendalam. Pendapat ilmuwan hukum tersebut dapat dikemukakan untuk memecahkan
masalah tertentu. Doktrin sendiri tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasi
masalah tertentu, tetapi hanya ingin membantu memecahkan masalah tertentu.
~ Yurisprudensi (Keputusan-Keputusan Hakim)
Purnadi
Purbacaraka menyebutkan bahwa istilah Yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia (bahasa
latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Kata
yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata “yurisprudentie”
dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau bukan peradilan. Kata
yurisprudensi dalam bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum (algemeene
rechtsleer: General theory of law), sedangkan untuk pengertian
yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah Case Law atau Judge
Made Law. Dari segi praktek peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim
yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang
sama. Fungsi yurisprudensi sendiri dalam hal hakim membuat putusan
adalah mengisi kekosongan hukum karena menurut AB, hakim tidak boleh menolak
perkara karena tidak ada hukum yang mengatur. Kekosongan hukum hanya bisa
teratasi dan ditutupi melalui “judge made law” yang akan
dijadikan pedoman sebagai yurisprudensi sampai terciptanya kodifikasi hukum
yang lengkap dan baku.
Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam macam yurisprudensi tersebut
sebagai berikut.
1. Yurisprudensi Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi
oleh karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi
pengadilan untuk memutuskan suatu perkara.
2. Yurisprudensi Tidak Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim
terdahulu yang tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
3. Yurisprudensi Semi Yuridis
Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan yang
didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon.
Contohnya : Penetapan status anak.
4. Yurisprudensi Administratif
Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang
berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup
pengadilan.
Sekian dari saya mengenai pengertian yurisprudensi, semoga tulisan saya
mengenai pengertian yurisprudensi dapat bermanfaat.
Dalam sebuah
penelitian, Yurisprudensi diterima sebagai suatu sumber hukum
dikarenakan hal-hal berikut :
-
Adanya
kewajiban hakim untuk menetapkan dan memutus perkara yang diajukan kepadanya
meskipun belum ada peraturan yang mengaturnya;
-
Salah
satu fungsi Pengadilan dalam pembaharuan dan pembangunan hukum ialah
menciptakan sumber hukum baru;
-
Hal
yang baik dalm mencari dan menegakkan keadilan.
·
Kapan doktrin dan
yurisprudensi bisa dipakai landasan hukum oleh hakim dalam sidang ?
Sumber
hukum yang dapat diterapkan oleh hakim dapat berupa peraturan
perundang-undangan berikut peraturan pelaksanaannya, hukum tidak tertulis
(hukum adat), putusan desa, yurisprudensi(keputusan-keputusan hakim lain),
ilmu pengetahuan maupun doktrin/ajaran para ahli. Putusan yang dijatuhkan
oleh hakim harus bedasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan
yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dikategorikan putusan yang tidak cukup
pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan yang dijadkan
pertimbangan dapat berupa pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan,
hukum kebiasaan, yurisprudensi(keputusan-keputusan hakim lain) atau doktrin
hukum.
Putusan
pada dasarnya merupakan proses ilmiah dengan Majelis Hakim sebagai poros
utamanya. Majelis Hakim memegang peranan sentral dalam membuat putusan atas
memutus sengketa yang sedang ditanganinya. Implementasi hukum dalam putusan
Majelis Hakim mengacu pada kerangka pikir tertentu yang dibangun secara
sistematik. Doktrin atau teori hukum (legal theory) memegang
peranan penting dalam membimbing Majelis Hakim menyusun putusan
yang berkualitas dan mampu mengakomodir tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian
dan kemanfaatan hukum. Ketika Hakim memeriksa dan mengadili perkara agar
dapat melahirkan suatu putusan yang adil, yang berkepastian hukum dan
bermanfaat.
Beberapa
alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang lain (yurisprudensi)
yaitu:
1.
Pertimbangan Psikologis
Hal ini
biasanya terutama pada keputusan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,
maka biasanya dalam hal untuk kasus-kasus yang sama hakim di bawahnya
secara psikologis segan jika tidak mengikuti keputusan hakim di atasnya
tersebut.
2.
Pertimbangan Praktis
Pertimbangan
praktis ini biasanya didasarkan karena dalam suatu kasus yang sudah pernah
dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu apalagi sudah diperkuat atau dibenarkan
oleh pengadilan tinggi atau MA maka akan lebih praktis apabila hakim berikutnya
memberikan putusan yang sama pula. Di samping itu apabila keputusan hakim yang
tingkatannya lebih rendah memberi keputusan yang menyimpang atau berbeda dari
keputusan yang lebih tinggi untuk kasus yang sama, maka keputusan
tersebut biasanya tentu tidak dibenarkan/dikalahkan pada waktu putusan itu
dimintakan banding atau kasasi.
3.
Pendapat Yang sama
Pendapat
yang sama biasanya terjadi karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan
keputusan hakim lain yang terlebih dahulu untuk kasus yang serupa atau sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar